Mencret Brutal

Untuk orang-orang yang sedang dihantam realitas kehidupan jahanam

Robin Sunarto
2 min readOct 16, 2022

“Ngapain kerja kantoran? Kerjanya cuma duduk depan laptop berjam-jam lihatin sheets Excel. Mubazir entar kreativitas gue gak kepakai,” kata seorang mahasiswa naif sok kreatif berinisial Robin yang kini sedang sendirian di pojok sebuah cafe, duduk di depan laptopnya sembari mengobrak-abrik model tiga dimensi Sketchup selama berjam-jam.

Kegilaan tiada henti yang membuat fisik dan mental dihantam tronton berisi batu meteor Armageddon ini biasa disebut sebagai “Semester 5”. Kalau dihantam meteor garden disebutnya… Apa ya, gak nemu yang lucu. Ya, sudah menjadi rahasia umum bahwa semester 5 adalah semester terberat dalam kuliah, terutama di jurusan arsitektur.

Tiga studio digabung dalam satu semester dengan pengumpulan back to back tiap minggu serta mata kuliah dua SKS sok asik yang tugasnya sok iye disertai ujian yang sok keras ibarat kata makan bakso mercon pakai kuah cabe. Pas dihirup pedas sedikit, digigit lebih dalam muncrat semua cabenya. Hasilnya? Mencret brutal.

Gak hanya akademik, keputusan untuk aktif di organisasi juga bikin gue makin mencret setiap minggu. Gak libur karena harus bertanggung jawab di kegiatan orientasi himpunan dan langsung dilanjut dengan kegiatan kaderisasi UKM membuat gue (hampir) muak dengan organisasi dan segala tetek-bengeknya. Rasanya cuma mau lenyap di kasur dan teriak !@#$% ke organisasi apa pun. Sayangnya, gengsi dan self pride bahwa gue harus (dan mampu) melakukan hal-hal penting membuat gue menolak untuk sekadar tidur dan jadi apatis total.

Belum lengkap juga rasanya jika masalah hati gak ikut meramaikan situasi dan kondisi yang udah brutal ini. PDKT berujung nice try turut serta ikut dalam pagelaran hidup mahasiswa tolol di semester 5 ini. Namun, untung seribu untung hati ini cepat beradaptasi dengan hasil PDKT yang kurang memuaskan. Mungkin karena sudah sering di-reject. Haduhhh.

Namun, di tengah gempuran hidup dari tiap sisi ini, anehnya gue ternyata masih diberi kesempatan untuk cengengesan. Cengengesan karena bercandaan teman-teman yang random dan bodoh. Cengengesan karena kerja bareng teman yang isinya hanya marah-marah doang tanpa upaya bacot “Semangat” seperti mahasiswa template lainnya. Cengengesan karena di tengah segalanya, gue masih diberikan kesempatan untuk menikmati prosesnya.

Gak ada Batman kalau orang tua Bruce Wayne gak dibunuh. Gak ada Spider-Man kalau Uncle Ben gak dibunuh. Gak akan ada manusia dengan potensi tertingginya kalau… Tentunya kalau gak ada cobaan gila yang berkesempatan membentuk dirinya.

Terbentur, terbentur, dan terbentuk hanya akan jadi omong kosong kalau kita gak mengambil kesempatan untuk berubah dari benturan-benturan itu. Kesempatan selalu ada di depan mata kalau kita berusaha melihat masalah dari berbagai sisi. Masalah cuma akan jadi masalah kalau hanya ditunda dan gak diselesaikan. Ingat, kebahagiaan datang dari menyelesaikan masalah (dan dapet duit 1 triliun di tengah jalan + dipeluk Chelsea Islan).

Lantas, apa kesempatan yang gue dapat dari keganasan semester 5 ini? Kesempatan untuk bertemu dan bekerja dengan orang-orang keren bermental baja di lingkungan kerja yang baik, kesempatan untuk membuktikan bahwa diri masih sanggup bekerja tanpa banyak bacot dan demot, dan kesempatan untuk menulis kata-kata yang sama tiap pagi di sebuah grup Line,

“Menbrut. Mencret brutal.”

--

--